Senin, 09 November 2015

Avanza Islam

          Lagi, kami mengatakan bahagia tinggal di tempat yang jalanannya masih tak beraspal ini. Debu-debu tak malu berteman dengan kami, meski ia kotor, dekil dan lebih banyak mudaratnya. Kami tak ingin akrab, tapi ia memaksa. Apalagi bila truk ataupun kendaraan lainnya muncul, ia seperti menyuarakan demo secara berkelompok untuk menyerang kami yang senantiasa melayangkan kesombongan kepada kaum mereka. Debu-debu kotor yang menambah jerawat dua galon temanku ini . serta menambah kekusaman wajahku. Produk perawatan wajah seperti Garnier dan kawan-kawan sepertinya tak mampu memberi perlindungan terlalu lama. Segera, cuma tindakan cepat oleh pemerintah setempat untuk memperbaiki jalanan di sini. Sehingga debu-debu tak menghantui kami di kala matahari bersinar terik begitu riangnya.

Hari Sabtu aku berniat untuk melaju ke Tobelo. Sepulang mengajar rencananya. Kangen juga aku dengan jaringan HSPA itu. Tak gampang menempuh kota Tobelo. Satu-satunya transportasi murah menuju ke sana adalah bus Damri. Cukup mengeluarkan kocek sebanyak 25 sampai 30ribu untuk sampai ke terminal Tobelo. Sayang, busnya hanya beroperasi di pagi hari. Mau tak mau harus menaiki mobil Avanza yang bertarifkan 50ribu. Bagaimana dengan hari Minggu? Jarang mobil beroperasi di hari Minggu karena merupakan hari ibadah. Kecuali “Avanza Islam”. Kata teman galon satu rumahku, Hasnidar Dadde.

Masalah SARA masih sensitif di Halmahera Utara, terutama di desa-desanya, terkhusus di Kao Barat. Desa Islam dan Kristen terpisah. Desa Islam mayoritas dianut oleh warga transmigrasi yang terdiri dari orang Jawa dan Bugis, sedang Desa Kristen dihuni oleh orang-orang asli. Banyak peristiwa-peristiwa pembunuhan di sini yang dihubung-hubungkan oleh unsure SARA. Tapi untung, masih banyak warga yang Islam atau Kristen yang bersikap dewasa. Hingga tak menimbulkan peperangan atau kerusuhan oleh para provokator yang tak bertanggung jawab. 

Sekarang masih hari Rabu saat tulisan ini aku buat. Tiga hari bukan penantian yang berarti. Aku masih belum menjadi manusia yang cukup bijak dalam menjalani hidup ini. Aku butuh internet, aku butuh Social Media. Aku juga ingin berleha-leha di atas tempat tidur sambil menelepon sanak saudara di kota besar atau mantan sahabat sepenanggungan yang sekarang memilih jalan masing-masing. Dan kalau jadi, ini akan menjadi petualangan backpacker ku seorang diri di kota orang yang punya budaya berbeda. 

Mudah-mudahan ada Avanza Islam nantinya di Hari Minggu, saat aku pulang kembali ke Desa Makarti. Dan mudah-mudahan, Avanza Islam lah yang nantinya kutumpangi menuju ke Tobelo hari Sabtu kelak. Mudah-mudahan…

3G di Kao Barat

           Okay, sekarang tanggal 29 September saat aku menulis, entah kalian menyebut tulisan ini apa. Sudah lebih dari sebulan, tepatnya lebih beberapa hari aku tinggal menetap di desa yang dimana signal masih menjadi barang langka di sini. Kao Barat namanya. Hampir semua desa di kecamatan ini masih haus akan signal. Terutama di Desa Makarti. Desa yang dimana dihuni oleh mayoritas warga transmigrasi.
      
Hidupku terlanjur bergantung pada internet. Ada suatu titik di Desa Toliwang yang bisa menangkap signal internet. Itu pun masih jaringan Edge. Harus menempuh berpuluh kilometer untuk menempuh tempat tersebut. Termasuk desa penduduk asli yang dimana babi-babi berkeliaran bak ayam atau kucing. Jaringannya pun kadang ada dan tak memuaskan. Cuma untuk sekedar memeriksa pemberitahuan Facebook, masih bolehlah. Tapi untuk membuka pemberitahuan tersebut, harus bersabar tingkat dewa. Apalagi searching di Google, hentikan imajinasi itu!!!

Sempat iri dengan teman-teman yang berada di bagian utara Halmahera Utara yang bisa menikmati signal, maupun jaringan internet HSPA+ tanpa harus menempuh berkilo-kilometer lamanya . Hanya leha-leha di atas tempat tidur, bisa menelpon sambil berinternet ria di atas kasur yang empuk. Tak apalah. Mungkin ini cara Allah untuk membuatku lebih hemat dengan tak terpengaruh oleh paket internetan Telkomsel. 

Sial, di sini aku harus hidup bersama, satu atap dengan dua galon. Tak ada tubuh semampai atau bayangan gitar Spanyol yang menambah indahnya pemandangan di pagi, siang ataupun malam hari. Hanya dua angka nol, ditambah dengan diriku yang juga menambah satu angka nol besar. Setidaknya, tak ada korban bully yang menyinggung ukuran tubuh di sini. Kami bahagia dengan kondisi yang begini. Cukuplah 3G yang ada di Kao Barat. Tiga Galon maksudnya…

Puskesmas Pembantu atau yang lebih dikenal dengan singkatan Pustu. Begitulah kira-kira julukan bangunan ini sebelum kami tinggali. Entah sudah berapa lama Pustu ini vakum ditinggal oleh para petugas kesehatannya. Sewaktu kami tiba, ada banyak gambar-gambar atau tulisan-tulisan di tembok hasil karya manusia tak bertanggung jawab. Jaring laba-laba maupun sarang serangga Nampak di seluruh sudut ruangan. Untunglah, ada Kepsek dari masing-masing sekolah penempatan kami yang ikut membantu maupun mendekorasi bangunan yang akan menjadi tempat tinggal selama setahun. Serta beberapa guru dan siswa yang dengan semangat hingga akhir penyelesaian.

Kami hanya tiga di kecamatan yang luas ini. Mengajar dengan berbeda sekolah, satu sekolah satu guru SM-3T. Cukup berat memang, namun bayang-bayang semboyan “Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia” atau “ Berjuang atau Pulang Saja” menambah semangat pengabdian kami untuk Indonesia. Semoga itu cepat tertanam di dalam hati kami, walau tidak 100%. Setidaknya berusaha dan terus berusaha bisa membuat persen itu menjadi sempurna. Cukup doa kalian yang senantiasa tulus mencintai kami yang kami harap. Tak ada yang berharga selain itu. Semoga ini bisa menjadikan kami dewasa dan lebih hebat kedepannya. Aamiin.

Minggu, 23 Agustus 2015

Tragedi di Bandara

Sultan Babullah Ternate. Akhirnya pesawat milik Garuda Indonesia landing juga di bandara kecintaan Ternate ini setelah sebagian besar kaum 'the first time' menderita sakit telinga yang begitu menyerikan di dalam pesawat akibat perubahan tekanan udara. Padahal trik untuk mengatasi sakit telinga ini hanya dengan menutup hidung saat mulai menaiki pesawat *info menurut teman setelah bercengkerama mengenai tragedi sakit telinga yang terjadi di pesawat tadi.

Senyum semangat mulai mengudara di tanah yang masyarakat mayoritas Islam ini. Bangga, pastinya. Tak pernah terbayangkan kalau tubuh yang sempat kurus ini bisa berdiri sebagai peserta 'Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal' di salah satu daerah bersejarah di Indonesia ini.

Perjalanan kami tidak terhenti di Ternate. Untuk menuju ke Halmahera Utara, harus menggunakan  Speed Boat yang kurang lebih memakan waktu 45 menit. Dan untuk mencapai labuhan Speed Boat tersebut, para 'the first time' harus menempuh perjalanan darat sekitar 15 menit.

Ups, tunggu dulu. Sebelum menuju perjalanan darat menuju labuhan Speed Boat, ada cerita menarik yang menimpa salah satu peserta SM-3T di dalam bandara waktu pengambilan barang di bagasi. Setelah menunggu sekian menit barang yang berjalan tersebut, ternyata Tas Career yang berisi baju-baju selama setahun di rantauan HILANG alias tas tersebut tak ada di antrian  trotoar barang berjalan tersebut. HaHaHa... Yang lebih lucunya lagi, pemilik tas itu adalah saya sendiri. WkWkWk...

Mengecek keseluruhan barang ke sana kemari, ternyata barangnya tidak ada juga. Pihak bandara tak percaya akan kejadian ini dan menyuruh kembali mengecek barang ke singgah sana. Hasilnya sama. Aku pun galau tak terhingga, sampai-sampai mata-mata kasian mengarah kepadaku. Aku semakin galau dan tertekan oleh kumpulan sepasang mata tersebut. Aku tak membutuhkan itu. Aku hanya butuh Doraemon yang mungkin akan dikirimkan Allah kepadaku melihat nasib hambaNya yang begitu kasihan. Dimana Doraemon, dimana??? Aku butuh alat-alat canggih tidak masuk akalmu. Di sinu manusia hanya bisa bertanya dan menatap kasihan, tak ada yang bisa dikeluarkan dari kantongnya selain permen yang selama beberapa jam menetap pengap di dalam kantongnya.

Akupun dibawa ke sebuah ruangan untuk dimintai keterangan. Dasar Korkab (Kordinator Kabupaten) yang sangat bertanggung jawab. Ia pun mendampingi di dalam ruangan. Hati lega disertai kepala yang hampir membludak ria oleh bayang-bayang tas yang tak kunjung ketahuan keberadaannya meski waktu telah berlangsung beberapa menit.

Tak jua mendapat info, pihak bandara mempersilahkan kami untuk melanjutkan perjalanan darat dan akan memberikan info tentang keberadaan tas secepatnya melalui telepon seluler atau handphone atau yang lebih akrab disebut HP atau yang dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia yang baik dan benar berarti Telepon Genggam, paling lambat 2 minggu. Namun pihak bandara akan bekerja maksimal untuk menginfokan dalam 3 hari ini.

Aku dan sang Korkab yang sangat bertanggung jawab ini pun berjalan menuju mobil yang telah menunggu di depan bandara untuk menuju labuhan Speed Boat menuju pulau seberang, yaitu Pelabuhan Sofifi, Halmahera Utara.

Selama perjalanan di Ternate, kami sangat menikmati pemandangan sana sini dari jendela mobil yang terbuka lebar. Bersih dan mulus. Kondisi kotanya sangat teratur dan rindang. Malah jalanannya lebih mulus dari kota sebesar dan seberkembang Makassar. Hanya mungkin cuaca panasnya sebelas dua belas dengan Makassar.

Kurang lebih 15 menit berlalu. Teman-teman dan barang-barang telah sampai duluan di labuhan Speed Boat. Aku pun turun dari mobil dan menjadi pusat perhatian oleh teman-teman yang menatap kasihan. Aku berusaha menjadi ceria oleh kondisi yang sangat memprihatinkan ini. Aku harus berusaha seceria mungkin. Aku tak tahan dengan tatapan yang sangat menekan ini.

Tak lama bercengkerama dengan teman-teman di tepi labuhan, ada orang yang dari LSM mengajak kami makan di sekitar labuhan. Ada banyak tempat makan di sini. Kami pun tak ragu akan suguhan warung makan di sini oleh sebab masyarakat di Ternate mayoritas Islam.

Di warung makan, teman-teman masih menaruh hilangnya tas sebagai trending topic terhangat. Aku hanya menjawab seadanya disertai sedikit tawa paksa untuk menyembunyikan rasa galau yang teramat besar. Meski dalam hati mengatakan, "Hentikan semua ini, PLEASE!!!"

Acara makannya telah usai. Seorang dari LSM itupun memanggil untuk menuju Speed Boat yang telah dipersiapkan. Speed Boatnya tak seperti dibayangan. Pakai atap dan dalamnya lumayan luas dan memanjang daripada Speed Boat yang berada di tepian laut di Makassar menuju Pulau Samalona. Kami dengan perut kekenyangan menyambut riang tanpa keluhan apapun. Pikiran galau mengenai tas itupun mulai terkikis sudah oleh serunya perjalanan menggunakan Speed Boat ini.

Jumat, 21 Agustus 2015

Take Off

Mungkin kalian telah berpikir kalau saya telah mengambil trik salau satu personel 3 Idiots untuk melarikan diri dari pesawat dengan cara pura-pura sakaratul maut di pesawat. Sayangnya, itu tak jadi terjadi. And it's gonna be my first flight.

Perjalanan dilanjutkan setelah sholat subuh berjamaah di bandara yang berlangsung 2 sesi oleh karena kapasitas mushollanya tak bisa memuat jumlah jemaah yang sebagian besar (atau mungkin semuanya) yang akan melakukan perjalanan udara hidup dan tiiiiiiiiiit............

Info pemberangkatan telah berdengung di singgah sana. Pemberangkatan ke Halmahera sudah diarahkan menuju pemeriksaan data diri dan kemudian menuju pesawat. Ternyata step by step menuju pesawatnya tak seperti prosedur menuju kapal laut di Pelabuhan Soekarno-Hatta. Setelah menuruni tangga, mobil mirip busway telah menanti di bawah untuk diantar menuju pesawat. That's so cool. Pelayanan dan tempat yang begitu menakjubkan.

Pesawat Garuda Indonesia yang digunakan berukuran tidak terlalu besar. Namanya Garuda Indonesia Explore Jet. Hanya ada 2 baris seat yang dimana tiap barisnya terdiri dari 2 seat per line nya. Cabinnya pun tak terlalu besar. Muatlah untuk menampung Jansportku.

Galau masih mendera. Sementara p*nt*t sudah terbaring siap di kursi pesawat, tepat di depan jendela. Seharusnya ini menjadi amazing moment. Tapi karena masih galau akibat adegan dramatis sebelum masuk ke dalam bandara, moment amazingnya berkurang sekian persen.

Tibalah saatnya Take Off. Pertama-tama pesawat jalan dulu sepersekian meter, dan kemudian melanjutkan aksinya untuk menerbangkan diri ke angkasa luas yang megah. Moment Take Off menjadikan galau sudah tak ada artinya lagi. Planning melarikan dirinya telah pupus di telan Bumi. Dan saatnya hati mulai dipermantap tajam sembari mengatakan 'Welcome me North Halmahera".

Kamis, 20 Agustus 2015

Pemberangkatan @ Hasanuddin Airport

Semua masih belum terlambat. Masih ada waktu untuk melarikan diri sebelum kaki menapak pada isi lambung pesawat. Ya, aku dan 29 lainnya masih bersandar pada ruang tunggu bandara.

Kegiatan dramatis yang berlangsung begitu syahdu, masih mengiang di telinga. Sulit rasanya meninggalkan makhluk-makhluk hidup itu yang telah berjasa dalam proses pendewasaanku secara fisik. Terutama Mama... Harus kuakui, aku telah 24 dan masih berlindung pada ketiak Mama. Beliau makhluk yang sulit aku lepaskan.

Senin, 03 Agustus 2015

Prakondisi Akademik SM-3T UNM Angkatan V

Kembali, aku di-orang-kan. Dan sepertinya dunia menyambut dengan baik kejadian ini. Rindang-rindang pohon bersemi lebih mekar tak seperti biasanya. Polusi Makassar serasa membawa ion-ion positif ke paru-paru. Ahhhhhhhhhhh......... Hentikan kalimat puitis itu!

Dijadikan salah satu dari sekian ratus peserta SM-3T UNM Angkatan V memang merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Dihadapkan pada gabungan orang-orang terpilih dari sekian ribu pendaftar, di otak hanya bisa berkumat-kamit "WOW". Ini sudah jalannya. Serta kembali membuktikan kalau harapan dan mimpi itu tak hanya tersirat dalam cerita fiksi belaka yang menjanjikan ribuan kehidupan yang indah. Tentunya 'Kehidupan Yang Indah' yang masih abu-abu.

Sepertinya keluarga, intinya Mache Pache telah merelakan anak yang mungkin 'dulu' blo'on ini untuk menjejaki dunia-dunia yang modernisasi masih menjadi angan-angan di sana. Daerah-daerah yang dijuluki 3T oleh pemerintah oleh karena tidak tersebar meratanya fasilitas pendidikan yang sekarang banyak dinikmati oleh masyarakat perkotaan. 3T itu sendiri maksudnya 'Terdepan, Terluar, dan Tertinggal'.

Setelah melewati beberapa seleksi yang membuat spot jantung masing-masing individunya, Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di tahap seleksi 'Prakondisi Akademik'. Selama Prakondisi Akademik ini, kami diasramakan di Wisma 2 UNM selama 10 hari sembari mengikuti pembekalan dan pelatihan bagaimana cara menjadi pendidik di daerah 3T tersebut. Sebagian besar kegiatannya berlangsung di gedung kebanggaan SulSel dan UNM pada khususnya, Phinisi. Phinisi sendiri berhadapan langsung dengan Wisma 2 UNM, jadi tak ada acara pakai bis segala untuk menuju ke sana.

Barang yang dibawa ke Wisma 2 UNM lumayan padat juga. Syukur, ada Mache, Adek, dan anak angkatku 'hehehe' Syakur yang mengantar. Meski mereka hanya mengantar hingga ke halaman wisma dan barang kembali di genggaman untuk dibawa ke dalam wisma.

Registrasi pun berlangsung. Antusias 200-an lebih peserta tercium hingga ke paru-paru. Wajah-wajah bangga mereka terlihat begitu licik telah menyingkirkan ribuan pendaftar yang tidak lulus. Hahahaha. Sorry, itu hanya pikiran negatifku saja yang suka muncul tiba-tiba kalau lagi datang bulan.

Tibalah giliranku untuk registrasi setelah melewati ranjau-ranjau ganas di sekitar. Sekalian harap-harap cemas tentang pembagian kamar. *Note: 'Harap-harap cemas' mending dicoret saja untuk mengurangi sedikit unsur kelebay-an tulisan ini.

102. Nomor kamar dari proses registrasi tadi. Gambaran kamarnya telah terbayang sebelumnya sebelum pengumuman kelulusan itu diluncurkan. Tempat tidurnya bertingkat dan ada mungkin sekitaran 2 rangkap tempat tidur untuk 4 orang dalam satu kamar. Dan.......................................... gambaran dari bayangan tersebut SALAH TOTAL.

Saya adalah orang pertama yang memasuki kamar ini. Kamarnya terdiri dari 9 kasur spring bed yang dibiarkan terlentang tanpa dihiasi embel-embel tempat tidur seperti layaknya di sinetron-sinetron, ada satu lemari pakaian yang keliatannya baru atau baru dican, satu stand jemuran, 2 tali jemuran, 2 lampu, dan AC. WHAT... AC!!!. Wow, that sounds VIP Room untuk program yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah ini. Bayangan bahwa kita nantinya akan berpanas-panasan ria di dalam kamar juga SALAH TOTAL oleh kehadiran AC yang kelihatan mewah itu.

Tak memakan waktu lama, muncullah orang-orang baru yang akan menjadi teman sekamar selama 10 hari ke depan. Ya, 10 orang dengan kondisi 10 spring bed yang sengaja dirapat-rapatkan untuk memenuhi anggota lain kalau-kalau ada kuota lebih. Kami pun mulai berkenalan, meski pada saat ini nama-nama sebagian besar hilang di otak. Biarlah, nanti juga bakal tau sendiri. Keakraban mulai dijalin di hari pertama saat itu. Dari menanyakan alumni kampus mana, hingga ukuran hidung berapa. Note: yang dicoret cuma karangan si penulis saja.